15 Maret 2011

Kemunduran Mahasiswa Sebagai Agent of Change

Hari-hari mahasiswa diisi dengan kuliah. Sibuk praktikum dan menyelasaikan laporan yang ditugaskan. Memfotokopy bahan kemudian mempelajarinya. Bila bahan itu ada di internet, maka dari pukul 19.00 - 01.00, warnet akan diisi oleh mahasiswa yang mencari bahan.

Dunia mahasiswa, apakah harus sejemu itu? Seperti anak sekolah yang segalanya harus sistematik. Tak jarang mengeluh oleh tugas-tugas yang menumpuk sehingga mengabaikan fungsi-fungsi mahasiswa yang lain.

Peran dan fungsi mahasiswa harus kembali dipertegas. Mahasiswa harus mampu mengawasi dan mengontrol perubahan secara utuh seperti saat mereka membidani kelahirannya KM ISTIPER 12 Desember 1998. Pergerakan mahasiswa pada saat ini tampaknya memiliki perbedaan signifikan dengan mahasiswa tahun 1998, yang mempunyai keseragaman visi, yaitu perubahan. 

Mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.

Merupakan kenistaan bila hari-hari mahasiswa hanya satu warna, yaitu akademik. Seakan acuh tak acuh dengan kondisi terkini saat ini, menjadi barisan pengekor atau pertama kali kabur saat masalah terpampang di depan mata. Semangat perubahan tak lagi mewarnai sisi-sisi kehidupannya. Bahkan waktu luang yang dimiliki hanya dihabiskan dengan kegiatan yang tak tentu manfaatnya.

Sekali lagi kita dipecundangi oleh sistem yang berbelit-belit. Masalah akademik yang semakin sulit, peraturan yang rumit, dan menggugurkan idealis sebagai mahasiswa. Tapi, hal seperti ini pun bukan membuat mahasiswa menjadi tersadar. Bangkit dari pengangkangan hak-haknya dan kembali menanya apa fungsinya sebagai mahasiswa. Suara yang dimiliki tak memiliki kesatupaduan, tidak seperti di era 1998. Yang ada hanya mahasiswa 4K, Kampus, Kafe, Kos, Kampung.

Mahasiswa, yang kini anti organisasi, anti pergerakan, bahkan anti perubahan. Sehingga wajarlah, kalau mahasiswa saat ini mati suri dan tak tahu di mana akan dikuburkan. Apakah peristiwa-peristiwa seperti berdirinya KM ISTIPER pada tanggal 12 desember 1998 menjadi satu kenangan terindah yang akan lapuk oleh perubahan zaman.

Menunggu kembali bangkitnya pergerakan mahasiswa. Bangkit Kampusku Tercinta, karena perubahan itu masih ada. Dan bangkitnya kampus, harus kembali dimotori oleh yang namanya mahasiswa.

Mahasiswa sebagai Agent of Change



Ada tiga kata kunci dalam judul di atas yang akan coba saya bahas dalam tulisan ini., yaitu kata mahasiswa, kata Islam dan kata perubahan. Tentunya menarik untuk dipertanyakan atau dibayangkan mengapa kita tidak memberi judul “Peran Manula sebagai Agen Perubahan” atau “Peran Mahasiswa Gaul sebagai Agen Perubahan”.

Saya mulai dengan kata mahasiswa. Mahasiswa dipilih sebagai pelaku karena memiliki potensi yang besar sebagai agen perubahan. Mahasiswa saya definisikan di sini sebagai segmen pemuda yang tercerahkan karena memiliki kemampuan intelektual. Di sini saya tidak membicarakan mahasiswa sebagai orang yang faham teknologi, atau faham ilmu-ilmu sosial, namun saya mengartikan mahasiswa sebagai orang yang memiliki kemampuan logis dalam berfikir sehingga dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti (seharusnya) mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban posisi. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya resistansi yang terlalu besar. Anda dapat membandingkan misalnya Amin Rais (yang memiliki ‘beban’ sebagai mantan Ketua Muhammadiyah) dan seorang pemuda yang baru masuk menjadi anggota Muhammadiyah. Jika misalnya – sekali lagi misalnya – keduanya berfikir bahwa NU lebih baik, resistansi yang dimiliki oleh Amin Rais untuk beramal dalam wadah NU lebih besar dibanding pemuda tadi. Sedang energik berarti pemuda biasanya siap sedia melakukan ‘kewajiban’ yang dibebankan oleh suatu ideologi manakala dia telah meyakini akan kebenaran ideologi itu. Sebagai contoh adalah para shahabat yang bahkan siap meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.

Dengan potensi seperti di atas, wajar jika pada setiap zaman kemudian pemuda memegang peran penting dalam perubahan kaumnya. Kita lihat kisah Ibrahim as sang pembaharu, atau kisah pemuda Kahfi (18:9-26) yang masing-masing begitu sigap menerima kebenaran. Atau orang-orang yang segera menerima dan mendukung Rasulullah saw pun ternyata adalah para pemuda, bukan orang-orang tua yang saat itu menjadi pemuka kaumnya. Bukan Abu Jahal atau Abu Sufyan, tetapi Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah lah yang kemudian mengusung panji-panji Islam. Bahkan Abu Bakar – yang cukup tua pun – saat itu baru berusia 37 tahun.
Ada ulama yang kemudian menyampaikan bahwa pemuda dapat memiliki tiga peran, yaitu:
  1. Sebagai generasi penerus (AthThur:21); meneruskan nilai-nilai kebaikan yang ada pada suatu kaum.
  2. Sebagai generasi pengganti (Al Maidah:54); menggantikan kaum yang memang sudah rusak dengan karakter mencintai dan dicintai Allah, lemah lembut kepada kaum mu’min, tegas kepada kaum kafir, dan tidak takut celaan orang yang mencela.
  3. Sebagai generasi pembaharu (Maryam:42); memperbaiki dan memperbaharui kerusakan yang ada pada suatu kaum.
Kata kunci yang kedua adalah Islam. Islam adalah sebuah ideologi yang memberikan energi besar bagi perubahan. Hal ini dimungkinkan karena karakter Islam yang syumul, mewarnai seluruh aspek kehidupan dan mengatur seluruh bagian manusia. Islam tidak hanya sekedar mewarnai pola pikir, namun dia juga mempengaruhi emosi, perasaan, pemikiran dan juga fisik. Berislamnya seseorang akan melahirkan sebuah totalitas. Dengan adanya syahadah, seorang muslim akan meyakini bahwa dia memang diciptakan hanya untuk beribadah, bahwa tidak ada yang dapat memberikan kemudharatan kecuali atas izin Allah, sehingga dengan demikian tidak ada lagi sesuatupun yang ditakutinya. Kalaupun harus berperang, dia meyakini bahwa apapun hasilnya akan berupa kebaikan. Matinya adalah syahid, dan hidupnya adalah kemuliaan.

Dengan demikian gabungan kata mahasiswa dan Islam memberikan sebuah energi besar yang berlipat, yang apabila diarahkan dengan baik dapat memberikan sebuah perubahan.
Berbicara tentang perubahan, tentunya akan memunculkan pertanyaan mengapa harus ada perubahan. Di sini ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai jawaban:
  1. Kondisi saat ini sangat jauh dari ideal. Tidak perlu kita pungkiri bahwa masyarakat (termasuk atau terutama di Indonesia) saat ini masih cukup jauh dari Islam. Contoh yang jelas tampak di permukaan adalah pada moral masyarakat, misalnya korupsi yang membudaya atau adanya pergaulan bebas. Oleh karena itu tidak salah jika ada ulama yang mengatakan kondisi sekarang sebagai jahiliyah modern.
  2. Perubahan adalah suatu keniscayaan, atau sunnatullah. Artinya suka atau tidak, kita akan menemui perubahan. Kalaupun kita diam, maka ada banyak pemikiran lain (komunis, liberal, dll) yang mencoba mengubah masyarakat sesuai dengan kehendak mereka. Oleh karena itu, diamnya kita berarti membiarkan ‘kekalahan’ ideologi yang kita yakini kebenarannya dan membiarkan terjadinya perubahan ke arah yang tidak kita kehendaki. Dalam Ar Ra’d:11, Allah berfirman bahwa Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi dirinya sendiri.
  3. Melakukan perubahan adalah perintah di dalam ajaran Islam, sebagaimana dalam suatu hadits Rasulullah saw menyatakan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung, orang yang hari ini sama dengan kemarin berarti rugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari kemarin adalah celaka. Artinya kalau kita membiarkan kondisi statis tanpa perubahan – apalagi membiarkan perubahan ke arah yang lebih buruk – berarti kita tidak termasuk orang yang beruntung. Juga di dalam Ali Imran:104 Allah memerintahkan agar ada kaum yang menyeru kepada kebaikan – sebagai sebuah perubahan.
Pertanyaan berikutnya yang mungkin muncul adalah mengapa harus saya yang melakukan perubahan, dan bukan orang lain. Secara sederhana jawabannya adalah karena kita adalah orang-orang terpilih. :) Dari sekitar 5 milyar penduduk bumi, hanya 1 milyar yang memeluk Islam, suatu segmen yang tidak terlalu besar. Dari sekian banyak pemeluk Islam, mungkin hanya sekitar 5 % yang menjadi mahasiswa. Berarti kita (baca: mahasiswa muslim) merupakan sebuah segmen yang sangat kecil. Dan dari sekian mahasiswa muslim, hanya puluhan atau mungkin ratusan yang tertarik mengikuti kajian, atau membaca tulisan bertemakan peran mahasiswa Islam sebagai agen perubahan. Orang-orang yang sedikit ini seharusnya tidak kemudian lepas tangan, yang artinya membiarkan perubahan berjalan ke arah yang tidak kita kehendaki. Dengan kata lain, kita telah sadar akan potensi yang kita miliki; dan setiap potensi bermakna adanya tanggung jawab. Makin besar potensi yang dimiliki seseorang, makin besar pula tanggung jawab yang dimilikinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim, Rasulullah juga mengingatkan kita untuk mempergunakan lima kesempatan, yang di antaranya adalah masa muda sebelum datangnya tua.

Kesadaran bahwa kita ‘harus’ menjadi agen perubahan merupakan langkah awal yang kemudian harus dibarengi dengan pemahaman bagaimana cara melakukan perubahan atau ke arah mana perubahan itu kita arahkan. Di dalam surat Ali Imran:104 yang disebutkan di atas, Allah menyebutkan bahwa perubahan itu harus dilakukan ke arah “kebaikan”. Dalam tataran praktis, tentu kita harus mem-break down tujuan global itu ke dalam sasaran-sasaran jangka pendek, jangka menengah hingga jangka panjang. Arah kebaikan yang dimaksud adalah Islam dan tauhid, sehingga sebagai tujuan jangka panjang adalah terbentuknya masyarakat dan pemerintahan yang Islami yang lingkupnya tidak hanya Indonesia namun dunia. Sebagai sasaran antara, bisa saja kita memikirkan perubahan kepemimpinan nasional, penggolan agenda reformasi, dst. Tentu dalam menyusun agenda jangka pendek kita perlu memikirkan secara lebih detil, disesuaikan dengan kondisi yang ada dan kondisi ideal yang kita inginkan.
Dalam ilmu sosiologis disebutkan ada dua pandangan tentang perubahan, yaitu pandangan materialistik yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh teknologi atau benda. Misalnya Marx yang menyatakan bahwa kincir angin menimbulkan masyarakat feodal; mesin uap menimbulkan masyarakat kapitalis-industri. Atau mungkin sekarang kita bisa mengatakan internet menimbulkan masyarakat informasi, dst. Sedang pandangan kedua adalah pandangan idealistik yang menekankan peranan ide, ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Dalam kaitannya dengan perbincangan kita, pandangan kedua inilah yang lebih mengena, di mana sasaran perubahan kita adalah manusia dan ideologi yang kita bawa adalah Islam.

Ada beberapa aplikasi praktis atau tahapan yang perlu dilakukan dalam mengarahkan perubahan di dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
  • Perbaikan individu, yaitu perbaikan diri.
    Dalam hal ini kita perlu menjawab pertanyaan, kita ada di mana dan mau ke mana, sehingga dapat dilakukan perbaikan (perubahan ke arah yang lebih baik). Tentu perbaikan diri di sini menyeluruh, baik (terutama) aspek agama, (kemampuan) akademis, (kemampuan) sosial, dll.

  • Pembentukan lingkungan, perbaikan kaum, perbaikan umat.
    Ini adalah tahapan berikutnya. Perlu diingat juga Ar Ra’d:11 dan Al Anfal:53



  • Penyebaran wacana dan opini.
    Dalam masyarakat luas, yang sulit untuk dilakukan pembinaan intensif yang melahirkan pemahaman, minimal perlu dilakukan penyebaran wacana dan opini. Perlu diingat bahwa pelaku penyebaran wacana dan opini perlu memiliki kredibilitas moral (masyarakat tidak akan mempercayai orang yang cacat moral) dan kredibilitas intelektual (baik lahir dari pendidikan maupun pengalaman).
    Juga perlu diingat bahwa selain menyebarkan wacana normatif, kita perlu juga memberikan solusi aplikatif untuk menjawab permasalahan umat. Sekedar slogan “Islam adalah solusi” mungkin baik untuk langkah awal. Namun berhenti di situ hanya akan menyebabkan masyarakat apatis, sehingga perlu dilanjutkan dengan bagaimana cara Islam menjadi solusi. Dalam penelitian yang dilakukan di Turki disebutkan bahwa di masa represif Islam mampu bertahan karena kemampuannya untuk muncul dalam hal normatif yang tidak terlalu berbenturan dengan penguasa, namun di masa liberal justru Islam terkalahkan oleh gerakan kiri, karena gagal membumikan aspek normatif tadi ke dalam masalah praktis. Seharusnya gerakan Islam di Indonesia belajar dari hal ini.

  • Penanaman motivasi pada masyarakat.
    Motivasi akan melahirkan sebuah gerakan sehinga siapa yang berbicara sebuah perubahan akan membicarakan juga cara menanamkan motivasi. Sebagai catatan, motivasi ‘semu’ cukup mudah diberikan, seperti dalam demonstrasi di mana peserta demonstrasi akan mengikuti perintah danlap karena larut dalam massa, atau motivasi yang muncul karena perintah dari penguasa. Namun motivasi ini akan lenyap begitu faktor luar yang menimbulkannya hilang. Dengan demikian pemberian motivasi yang terbaik adalah memunculkan motivasi internal, yang hanya mungkin muncul dengan adanya pemahaman. Pemahaman bahwa ideologi Islam adalah yang terbaik dan perlu diperjuangkan.
    Penanaman motivasi ini menjadi makin penting kalau kita mengingat pendapat saintis (Thuman and Bennet) yang mengatakan bahwa faktor utama kepunahan sebuah peradaban (misal: peradaban Maya, peradaban Islam) adalah hilangnya kepercayaan diri, motivasi dan semangat untuk bertahan.

  • Melakukan mobilitas vertikal dan network antar bidang.
    Langkah di atas kebanyakan adalah perbaikan internal masyarakat Islam. Agar peradaban Islam kemudian mengemuka di antara peradaban lainnya, kita juga perlu melakukan mobilitas vertikal, atau memfungsikan seluruh potensi kita sebaik-baiknya – dalam term Islam disebut ihsan, dan menjalin network, yang dalam term Islam disebut dengan amal jama’i (61:4). Dengan demikian Islam akan mempengaruhi tidak hanya orang-orang yang telah tercerahkan dengan Islam (baca: muslim), namun juga orang-orang yang masih berada di luar Islam.
Terakhir ada dua kata kunci yang perlu diingat dalam melakukan perubahan ini, yang pertama adalah pembinaan (tarbiyah) sehingga akan memberikan pemahaman dan motivasi yang langgeng. Musthafa Masyhur pernah berkata, “Tarbiyah bukan segalanya, tapi segalanya tidak ada tanpa tarbiyah.” Dan yang kedua adalah kerja keras dengan beramal, karena Allah hanya menilai amal dan usaha kita bukan hasil dari usaha kita.
Wallahu a’lam.

21 Desember 2010

Sudahkah Menjadi Seoarang Mahasiswa....

Dalam sebuah bangsa, kaum muda atau pun Mahasiswa adalah aset yang tak ternilai harga nya.Bahkan Kemajuan sebuah bangsa saat tergantuntung kepada kemampuan kaum muda/mahasiswa untukmembuat perubahan-perubahan yang signifikan.yang sebagai mana di sebutkan oleh Ortega G. Yasset, Pemuda adalah AGENT OF CHANGE, Agen perubah yang dipundaknya di bebani harapan-harapan bangsa.

Dan untuk saat ini ataupun zaman sekarang, mungkin mahasiswa banyak yang tidak tau tentang arti dari mahasiswa. berbicara hari ini mungkin mahasiswa yang banyak saya lihat lihat akhir-akhir ini hanya berbicara tentang bersenang-senang(hedonis).banyak lah contoh dari kawan-kawan kita di sekitar kita. mungkin itu salah satu mental dr mahasiswa indonesia. ya memang sebuah PR besar yang harus kita kerjakan, bagai mana mental mahasiswa di indonesia bisa sadar akan arti dari mahasiswa yang notabennya kita adalah kaum akademis tertinggi.
Oleh karena itu saya menulis artikel ini untuk mengajak kawan-kawan mahasiswa pada umumnya ntuk merubah sedikit pola fikir kita untuk menjadi mahasiswa yang sadar akan TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI. 

Mungkin kawan-kawan mahasiswa pernah mendengar tentang TRI DHARMA PERGURUAN TINGGi, mungkin saya akan sedikit membahas ataupun sedikit menyebutkan Tri dharma perguruan tinggi, tri Dharma perguruan tinggi adalah salah satu dasar tanggung jawab mahasiswa. Definisi/isi dari tri dharma perguruna tinggi adalah:

1. pendidikan
pendidikan adalah sauatu tanggung jawab besar dari kaum akademisi, Pendidikan ini dalam artian kita sebagai mahasiswa/ kaum akademis tertinggi harus mempunyai nilai lebih dari pendidikan itu sendiri, bahwasanya itu adalah keilmuan dalam diri kita sendiri.dan Pengertian pendidikan dan pengajaran disini adalah dalam rangka menerusakan pengetahuan atau dengan kata lain dalam rangka transfer of knowledge ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan melaui penelitian oleh mahasiswa di pergurun tinggi.Dalam pendidikan tinggi dinegara kita dikenal dengan istialh strata, mulai dari strata satu(S-1) yaitu merupakan pendidikan program sarjana,strata dua(S-2) merupakan program magisterdan strata tiga (S-3) yaitu pendidikan doktor dalam suatu disiplin ilmu,serta pendidikan jalur vokasional/non gelar(diploma).
2. Penelitian dan pengembangan

Kegiatan penelitain dan pengembangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tnapa penelitain,maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi terhambat. Penelitian ini tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi harus dilihat keterkaitannya dalam pembangunan dalam arti luas.artinya penelitain tidak semata-mata hanya untuk hal yang diperlukan atau langsung dapat digunakan oleh masyarakat pada saat itu saja,akan tetapi harus dilihat dengan proyeksi kemasa depan. Dengasn kata lain penelitian dipergurun tinggi tidak hanya diarahkan untuk penelitian terapan saja,tetapi juga sekaligus melaksanakn penelitian ilmu-ilmu dasar yang manfaatnya baru terasa penting artinya jauh dimasa yang akan datang.

3.Pengabdian Pada Masyarakat
pengabdian pada masyarakat harus diartiakan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan di perguruan tinggi, khususnya sebagi hasil dari berbagai penelitian.Pengabdian pada masyarakat merupakan serangkaian aktivitas dalam rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersiafat kongkrit dan langsung dirasakn manfaatnya dalam waktu yang relatif pendek. Aktivitas ini dapat dilakukan atas inisiatif individu atau kelompok anggota sivitas akademika perguruan tinggi terhadap masyarakat maupun terhadap inisiatif perguruan tinggi yang bersangkutan yang bersifat nonprofit(Tidak mencari keuntungan). Dengan aktivitas ini diharapkan adanya umpan balik dari masyarakat ke perguruan tinggi,yang selanjutnya dapat digunakn sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut.Dan Mahasiswa adalah kontrol sosial pada masyarakat.dan salah satu tugas mahasiwa adalah kontol sosial pada masyarakat.
Jelas bahwa mahasiswa mempunyai tugas/tanggung jawab menjalani poin-poin dari tri dharma perguruan tinggi.mungkin kalau pendidikan kita dapat dari kampus begitu juga halnya sama dengan penelitian, kita membiat Skripsi atau pun penelitian ilmiah (PI). tapi bagai mana dengan poin yang ke tiga???yaitu pengabdian pada masyarakat….

Berbicara pengabdian pada masyarakat tidak terlepas dari kita yang bahwasaanya kita adalah mahasiswa yang tugas dan fungsinya adalah kontrol sosial pd masyarakat. para founding father kita sudah banyk berkorban untuk kita dan masyarakat indonesia pada khususny,apa kah kita hanya bisa mengikut dari bagian sejarah yang telah dibuat oleh founding father kita???,kita sebagai mahasiswa harus membuat sejarah baru, sejarah yang bisa di banggakan dirikita dan semua orang banyak.itu HARGA MATI.
dan berbicara mahasiswa hari ini mungkin banyak yang mempunyai karakter berbeda-beda.ada yang kupu-kupu (kuliah pulang,kuliah pulang) ada pula Kunang-kunang(kuliah nagring, kuliah nagkring).dan ada beberapa karaketer mahasiswa yang hanya fokus di akademis saja, juga yang hedonis saja,dan ada juga mahasiswa yang aktivis saja.IDEALNYA Mahasiswa adalah harus Mengelaborasikan antara smua karakter itu dan menjalankan tridharma perguruan tinggi.
mungkin ini sedikit dari ungkapan dari fikiran saya tentang MAHASISWA SAAT INI…..

HIDUP MAHASISWA…..

Perguruan Tinggi

Pemahaman kita dan kemampuan belajar yang lebih tinggi dalam usia dewasa, setelah mengumpulkan sejumlah tahun keterampilan dan pengalaman profesional. Ada alasan sederhana untuk itu. Pada remaja, ketika kami memutuskan untuk melanjutkan pendidikan, kami tidak memiliki kapasitas dan kedewasaan untuk mengerti bagaimana kita akan menggunakan dan menerapkan pengetahuan yang kita sedang terkena. Jadi, Perguruan Tinggi untuk menghafal palsu percaya bahwa kita belajar apa yang kita benar-benar menghafal. Namun, tidak lama setelah itu, kita lupa banyak hal.

Mengapa Definisi Perguruan Tinggi pembahasan kali ini? Karena fungsi otak kita efisien: ini hanya membuang informasi yang tidak memiliki aplikasi praktis, baik intelektual atau emosional. Setelah mengumpulkan pengalaman bertahun-tahun, kita memperoleh kemampuan untuk mengidentifikasi persis apa yang akan memungkinkan kita untuk mencapai atau meningkatkan fungsi profesional Mendefinisikan Perguruan Tinggi Idaman lebih efisien. Sebuah percakapan santai, sebuah buku yang bagus, atau bahkan pidato Perguruan Tinggi demikian secara permanen tersimpan dalam pikiran kita tanpa menghafal yang terlibat jika intelektual atau menarik secara emosional. Orang dewasa biasanya memiliki kemampuan pemahaman yang lebih baik daripada mahasiswa.

Banyak Definisi Perguruan Tinggi Bagaimana?

Biasanya kita lupa bahwa pendidikan Perguruan Tinggi adalah hanya sarana memberikan kita dengan alat-alat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang semakin berkualitas dalam karir profesional kami. Untuk alasan ini, ketika merancang program akademik mahasiswa, kami mempertimbangkan semua pengetahuan profesional, ketrampilan dan pengalaman siswa memiliki akumulasi sepanjang kehidupan professional-nya. Selain Perguruan Tinggi, kita tidak lebih efisien karena kita mempelajari atau membaca lebih banyak, melainkan karena kami tahu bagaimana menerapkan pengetahuan kita yang lebih baik dalam situasi kehidupan nyata.

Belajar dan membaca lebih banyak akan mengubah kami menjadi orang berpendidikan lebih baik, tapi belajar untuk menerapkan pengetahuan praktis yang akan memungkinkan kita untuk membuat keputusan yang tepat dan bertindak bijaksana dalam hidup. Dan inilah jenis pengetahuan yang akan kita butuhkan untuk berhasil di arena profesional. Ini adalah dengan menghasilkan hasil yang positif dan menemukan solusi bahwa kualitas pembelajaran jarak jauh kami datang ke depan pendidikan tinggi. Apa yang benar-benar penting adalah apa yang kita tahu, bukan bagaimana kita telah memperoleh pengetahuan itu. Berlaku kualitas pengetahuan lebih efisien daripada kuantitas teori Definisi Perguruan Tinggi.

Himpunan Mahasiswa Islam


·  Beberapa hal yang mempengaruhi latar belakang berdirinya HMI, yaitu; l Pergerakan pemikiran Islam dan situasi Dunia Internasional saat itu. l Situasi NKRI yang baru merdeka 2 tahun setelah dijajah [terutama] oleh Belanda sehingga menimbulkan dampak diberbagai aspek. l Kondisi umat Islam pada saat itu, yakni kesenjangan dan kejumudan umat Islam dalam pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan serta pengamalan ajaran Islam. l Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan.

·  Pada awal pembentukan, HMI bertujuan diantaranya; l Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia l Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam

·  Faktor pendukung berdirinya HMI antara lain: l Posisi dan arti kota Yogya saat itu, yaitu sebagai ibu kota negara, pusat pergerakan Islam, Pusat kebudayaan, dan berada di tengah pulau Jawa. l Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa. Dan adanya tuntutan kemerdekaan bangsa Indonesia. Faktor Penghambat berdirinya HMI antara lain: l PMY (Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta) l GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) l PII (Pelajar Islam Indonesia)
·  Fase-Fase Perkembangan HMI dalam Perjuangan Bangsa Indonesia: l Fase Konsolidasi Spiritual dan Proses Berdirinya HMI (November 1946-5 Februari 1947) l Fase Berdiri dan Pengokohan (5 Februari-30 November 1947) l Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950- 1963) l Fase Tantangan I (1964-1965) l Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966-1968) l Fase Pembangunan (1969-1970) l Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970- 1994) l Fase Reformasi (1995-1999) l Fase Tantangan II (2000-sekarang.

31 Juli 2009